Tugas Essai KWN K-18
Proyeksi demokrasi Indonesia dalam masa kepemimpinan Joko Widodo setelah lima tahun.
Bekerja di Indonesia pada zaman Jokowi
Lapangan pekerjaan dan jenis pekerjaan di Indonesia di zaman Jokowi
Oleh : Berlian Akbar Yon Agusta / 13210007
Kondisi lapangan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan presiden yang berkuasa. Pada zaman Sukarno, para pengusaha dan pemimpinlah yang menikmati masa emas. Proyek pembangunan ada di mana-mana. Pada zaman Suharto, pengusaha masih tetap berkuasa, namun ditutup oleh krisis global yang mematikan dunia bisnis. Pada zaman ini, profesi angkatan bersenjata merupakan profesi yang didambakan setiap orang tua untuk anaknya. Pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono, profesi PNS lah yang sangat diperebutkan. Serangkaian kenaikan gaji dan bonus digelontorkan oleh SBY, membuatnya menjadi presiden yang dicintai di dalam lembaga-lembaga sipil.
Saat itu saya masih kelas satu SMP ketika saya mendapat uang saku lebih, karena ibu saya bilang bahwa gajinya bertambah. Saya adalah anak dari guru SMA, keduanya PNS di sebuah kota kecil di Jawa Timur. Saat saya masih kecil, saya membayangkan bahwa PNS itu sangat sibuk, karena ayah saya baru pulang jam 9 malam setiap harinya. Beliau langsung memeriksa PR yang saya kerjakan, memeriksa nilai saya, baru makan malam. Sungguh sibuk bila dibandingkan tetangga saya yang petani ataupun pedagang. Beberapa tahun kemudian saya sadar bahwa PNS itu tidak sibuk, namun ayah harus memberi les privat untuk menambah gajinya, agar anaknya bisa sekolah di SD swasta.
Hidup kami mulai membaik di zaman SBY. Ayah mulai membeli rumah, saya diberi motor dan diberangkatkan lomba kemana-mana. Cerita yang banyak dialami oleh kalangan PNS. Namun saya ingin memberitahu tentang cerita lain. Seperti halnya anak-anak lain, saya mengikuti klub olahraga, saya ikut sepak bola. Suatu pagi saya melihat teman saya di lampu merah. Dia teman main sepakbola di klub, namun sudah beberapa bulan tidak pernah latihan. Di lampu merah itu, dia memulung kertas dan botol, dengan membawa gerobak di belakangnya. Di dalam gerobak itu, ada adiknya yang sedang bekerja menata barang. Saya kemudian tak tega. Saat lampu hijau, saya kebut motor saya. Saat itu usia kami sekitar 15 tahun. Adik teman saya ini sekitar 7 tahun.
Zaman SBY diwarnai dengan kenaikan BBM. Hal ini kecil hubungannya dengan subsidi, karena masalah utamanya adalah krisis. Saya kurang mengerti tentang peristiwa sebelum 2005, namun tahun 2004 banyak kasus di Indonesia yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. 2004 merupakan tahun bencana lapindo dan tsunami aceh. SBY dihadiahi masalah dalam awal kepemimpinannya. Tipe SBY adalah tipe peredam masalah. Beliau memiliki gaya kepemimpinan tenang dan penyabar. Namun kadangkala ini tidak tepat.
Indonesia yang dihantam oleh krisis global 2008, memiliki kondisi ekonomi yang sangat carut marut. Orang orang yang tidak memiliki status bekerja formal seperti teman saya tadi, harus rela bekerja apa saja, berapa lama pun. Tercatat, negara yang mampu pulih dengan cepat dari krisis-krisis 2005-2012 adalah negara dengan inovasi tertinggi. Sebut saja Singapura dan China. Indonesia malah meninabobokkan rakyatnya dengan kenaikan gaji, BLT, dan subsidi BBM. Kebijakan yang dinilai sebagai “gula” untuk mengatasi rasa pahit. Tapi gula tidak menyembuhkan.
Pra Jokowi
Mari kita masuk ke jaman pra-jokowi. 2012-2014. Ada perkembangan pesat yang kita rasakan di Indonesia. Ledakan digital di US pada tahun 2010 mulai terasa pada 2012. Banyak masyarakat belanja online. Minimarket mulai merebak. Zaman media sosial mulai terasa. Di tahun 2013 muncul krisis di negara tujuan investasi. Para investor ditakut-takuti dengan isu akan adanya siklus lima tahunan yang menyusul krisis 2008, ketika ‘bisul’ investasi meledak sejadi-jadinya. Akibatnya mereka mulai menarik investasi dari negara BRIC. Brasil menjadi negara yang paling merugi dengan kehilangan nilai tukar sebanyak 29%. Indonesia ada di tempat ketiga dengan 21%.
Lapangan pekerjaan zaman pra-Jokowi
Pekerjaan menjadi susah untuk didapatkan. Hal ini adalah akibat “free market effect” yang dihasilkan teknologi. Semua berjualan online, membuat pedagang dan toko-toko menjadi merugi. Franchise merajalela, sebut saja JNE dan Indomaret. Intinya, usaha kecil dicaplok oleh usaha yang memiliki modal lebih besar. Semua serba efisien. Dalam hitungan kertas, ini bagus, namun kita lupa ada 250 juta jiwa menunggu untuk diberi makan.
Kebijakan Jokowi.
Kebijakan jokowi yang ingin saya angkat pertama kali adalah tentang kenaikan subsidi BBM. Hal ini membuat rakyat kecil makin tertekan. Inilah pil pahit yang harus ditelan Indonesia. Saya mulai melihat bahwa mentalitas jokowi adalah “lebih baik mati dalam perjalanan maju”, berkebalikan dengan SBY.
Jokowi juga tidak memblokade AEC (ASEAN Economic Community) yang berpeluang besar merugikan Indonesia karena harga-harga barang impor seringkali lebih murah. Hanya satu yang bisa dipegang rakyat dari Jokowi, yaitu latar belakang Jokowi. Beliau adalah rakyat, orang kecil. Walaupun jadi presiden, kecil kemungkinan dia akan mengkhianati rakyat kecil. Semoga. Jokowi juga membuka pintu lebar-lebar untuk investor asing, terutama China. Ini berarti rakyat harus bekerja di bawah komando vendor dan kontraktor China, yang terkenal kejam dan tak berperikemanusiaan.
Itu semua perlu.
Tak bisa dipungkiri, Jokowi ingin mengorbankan masa jabatannya dengan menelan serangkaian pil pahit. Kali ini dia juga menyadarkan rakyatnya bahwa negara ini yang sakit, bukan presidennya saja. Semua orang perlu menelan pil pahit. Kalau dicermati, subsidi BBM yang dihapuskan akan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Tak hanya wacana, semuanya dijamin dalam kabinetnya yang berisi para professional dengan rating tinggi.
Proyeksi masa depan berdasarkan kebijakan
Investasi di bidang pembangunan infrastruktur bisnis sangat kental terasa. Proyek tol laut yang sudah ada sejak 2008 namun belum terlaksana, serius digarap. Investor diundang, program kerja diumumkan lewat media. Saya kebetulan terlibat di salah satu sub proyeknya sebagai insinyur. Ketika Jokowi terpilih, hasil kerja saya dituntut selesai dengan jangka waktu yang jelas. Padahal sebelumnya, dikerjakan atau tidak, asal ada laporan. Proyek transportasi lain seperti kereta api di luar jawa juga sudah dibahas.
Proyek pembangunan rumah susun pinggir kota mulai diberi kemudahan dan subsidi. Proyek perumahan di kota besar mulai dipersulit. Subsidi untuk jenis perumahan tapak tanah di kota besar sudah dicabut. Sebagai seorang pencari kerja, saya sadar betul banyak perusahaan asing yang masuk di tahun 2014 ini. Bukan perusahaan besar, namun perusahaan kecil yang berusia sekitar 5 tahun. Mereka biasanya berasal dari industri teknologi. Gaji yang cukup tinggi mereka janjikan, meskipun apabila diukur dengan stardar kerja yang sama di eropa, gaji di Indonesia hanyalah recehan.
Akan jadi apa?
Saya teringat Malaysia. Indonesia sedang menuju menjadi Malaysia. Negara asia tenggara yang menyerap globalisasi, namun masih hidup dalam budaya lokal. Susah sekali mencari rumah di Kuala Lumpur. Semuanya mahal. Masyarakat memilih rusunawa di pinggir kota karena lebih terjangkau. Gaji di Malaysia amat tinggi. Standar makan mereka masih nasi, namun saya melihat porsinya agak berbeda. Kualitas hidup jauh lebih tinggi karena tata kota dan sarana umum lebih baik.
Bekerja di Malaysia bayarannya mahal. Dua pertiga dari singapura, sekitar tiga kali dari indonesia. Rakyatnya mulai bisa membeli barang mahal seperti pendidikan luar negeri dan investasi lainnya. Indonesia sedang menuju seperti itu. Begitu juga pola hidup. BUMN sekarang bukannlah BUMN yang dulu. Semua ditutntut bekerja lebih baik, karena pimpinannya adalah professional, karena mentrinya juga professional. Gaji dinaikkan asalkan pekerjaan ditambah jauh lebih banyak.
Hal ini bukan berarti penyiksaan, namun lebih mirip “bangun dari mimpi indah”. Bekerja di indonsesia terkenal dengan kesantaiannya. Sudah saatnya kita berbenah.
Bekerja di masa depan
Akan seperti apakah bekerja di masa depan? BUMN akan makin kompetitif, karena semua orang ingin masuk BUMN. Ketika penerimaan PNS dihapuskan untuk beberapa saat, BUMN akan menjadi primadona. Perusahaan swasta membanjiri Indonesia. Apakah ini berarti mencari pekerjaan di zaman itu lebih mudah? Sama sekali tidak. Apabila pekerja tidak mempunyai sertifikat, mereka akan menjadi kuli saja. Dan kuli di Indonesia terkenal dekat dengan kematian. Hidupnya sengsara, kesehatannya tak dijamin. Semua anak kuli akan berebut belajar agar memperoleh hidup yang lebih baik.
Akan muncul pengusaha-pengusaha lokal yang berhasil mencuri ilmu teknologi dari perusahaan asing. Indonesia akan benar benar diuji. Semua akan berjalan lancar kalau jokowi benar benar bisa membuat itu semua terjadi dengan membantu pengusaha lokal, mempermudah akses terhadap pendidikan gratis, dan meratakan perkembangan ekonomi.
Kehidupan kota akan menjadi seperti kota besar luar negeri lainnya, dimana semua menggunakan transportasi umum, karena memang nyaman dan murah.
Semua itu terjadi kalau..
Kalau Jokowi konsisten dalam menelan pil-pil pahit dan puyer ini. Kalau rakyat indonesia juga mau berbenah, bekerja secara serius. Kalau akses terhadap pendidikan dan penciptaan lapangan kerja baru oleh pengusaha lokal dibantu pemerintah. Kalau serius mendidik PNS di daerah-daerah. Masa-masa ini juga dialami Malaysia dekade lalu, kini mereka memanen manfaatnya.
Ini semua berada di pundak kita, generasi pemuda di tahun 2015-2030. Kita lah yang menanggung beban ini. Akankah kita bertahan dalam periode perubahan ini? Kita akan bekerja secara murah untuk orang lain sembari mencari ilmu. Memang gaji akan lebih tinggi, tapi pekerjaan akan menjadi lebih menyita waktu dan tenaga. Semua demi lapangan kerja milik dua ratus dua puluh juta manusia lainnya yang menunggu generasi kita untuk membuka lapangan kerja lokal di masa depan, untuk menyembuhkan indonesia. Di zaman Jokowi ini, sektor swasta jelas membara. Tapi apakah api itu berasal dari api-api merapi, atau malah made in China?